Mamuju Ethnic

Informasi & Literasi Budaya Mamuju

Rabu, 06 Juni 2018

Hubungan Sejarah Kerajaan Mamuju dan Kerajaan Badung Bali (Versi lainnya)

“… Tomejammeng adalah Raja Mamuju yang mewakili Kerajaan Mamuju pada Konfrensi Tammajarra (I) tahun 1580 di Tammajarra Balanipa Mandar. Tomejammeng memerintah sezaman dengan To-Mepayung dari Kerajaan Balanipa, Puatta I-Kubur dari Kerajaan Sendana, Daetta Melanto dari Kerajaan Banggae, Daeng Palewa Tomelake Bulawang dari Kerajaan Pamboang, Puatta Karanamo dari Kerajaan Tappalang, dan Ammasangeng Si-Payung Langi’ dari Kerajaan Binuang.

Sekitar tahun 1575 Tomojammeng bersama Ibu/Bapaknya (Todipali Maradika Mamuju) berangkat ke Gowa memenuhi undangan Somba Gowa XII I-Manggorai Daeng Mammeta Tunijallo (1565 – 1590) yang ada daerah Mandarnya, untuk menghadiri upacara pernikahan salah seorang putrinya. Begitu besarnya acara ini undangannya sampai ke Kerajaan Badung Denpasar Bali. Raja Badung bersama permaisuri dan beberapa anak gadisnya turut hadir dalam acara perkawinan tersebut. Dalam pesta perkawinan Tomejammeng bertemu cinta dengan anak Raja badung yang berlanjut dengan pernikahan yang dilaksanakan di Badung. Sebelum pengantin baru ini berangkat ke Mamuju lebih dulu dikirim utusan untuk membuat sebuah pelabuhan yang kelak ditempati berlabuh perahu-perahu dari Bali. Pelabuhan tersebut terkenal sampai sekarang dengan nama “Labuang To Bali” artinya “Pelabuhan Orang Bali”, tempatnya di daerah Kasiwa Mamuju.

Labuang To Bali  Di Lingkungan Kasiwa  Foto Tahun 1924

Beberapa saat kemudian permaisuri Tomojammeng yang serumpun dengan Raja Badung Ngurai Gde yang Pahlawan Nasional Tanah Bali mengandung dan lahirlah seorang putra bernama I-Salarang (lasalaga) yang kelak menjadi Raja Pamboang yang bergelar “To Matindo di Sambayanna”.  Umur 7 tahun terjadi perselisihan hebat antara Tomejammeng dengan permaisuri, mengakibatkan permaisuri pulang ke Bali dengan membawa anak yang satu-satunya.

Sebelum perpisahan Tomojammeng mencari tanda rahasia yang ada pada anaknya dan memberi sebuah sarung-keris yang isinya (kerisnya) disimpan oleh Tomejammeng di Mamuju. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesulitan manakala I-Salarang ingin kembali ke Mamuju. Tanpa sarung-keris dan tanpa tanda rahasia, Tomejammeng bahkan seluruh Hadat dan Rakyat Mamuju tak akan mengakuinya sebagai putra Raja Mamuju Tomejammeng.

Keris tersebut bersama sarungnya masih tersimpan pada Andi Maksum Dai, salah seorang (pen. putra) dari H. Jalaluddin Ammana Indah Raja Mamuju terakhir. Oleh pewarisnya memberi nama “BADUNG”, diambil dari nama Kerajaan Badung Bali yang diperintah oleh keturunan Ngurai Gde. Ini dimaksudkan untuk memperingati/mengabadikan hubungan kekeluargaan (darah) antara Orang Bali dan Mamuju. Kerajaan Badung zaman dahulu, sekarang ini telah menjadi Kabupaten Badung Ibu Kotanya Denpasar.  Isi keris dan sarungnya bertemu kembali saat I-Salarang kembali ke Mamuju dalam persiapan untuk diangkat menjadi Raja di Kerajaan Pamboang. …”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar